Pintu Syurga Mana saja untuk Muslimah

Rasulullah saw telah merangkum kunci surga muslimah dalam empat perkara,
1- Menjaga shalat lima waktu.
2- Berpuasa di bulannya.
3- Menjaga kehormatannya.
4- Menaati suaminya.

Dari Abdurrahman bin Auf berkata, Rasulullah saw bersabda,

إِذَا صَلَّتِ المَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الجَنَّةِ شَاءَتْ .

“Jika seorang wanita menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulannya, menjaga kehormatannya dan menaati suaminya, niscaya dia masuk surga dari pintu mana saja yang dia inginkan.”(HR. Ahmad nomor 1661, hadits hasan lighairihi).

Satu hal yang terpetik dari sabda Nabi saw di atas adalah bahwa beliau hanya menyebutkan perkara-perkara yang masuk ke dalam jangkauan seorang muslimah, di mana seorang muslimah mampu melaksanakannya tanpa bergantung kepada orang lain atau bergantung kepada suaminya, di sini Rasulullah saw tidak menyinggung, misalnya, haji, karena pelaksanaan ibadah ini oleh seorang muslimah bergantung kepada suatu perkara yang mungkin tidak dimilikinya, seperti tersedianya bekal haji atau tersedianya mahram, di sini Rasulullah saw juga tidak menyinggung zakat, karena perkaranya kembali kepada kepemilikan harta dan pada umumnya ia berada di tangan kaum laki-laki, karena harta adalah hasil bekerja dan yang bekerja pada dasarnya adalah kaum laki-laki.

Kunci pertama, menjaga shalat lima waktu

Shalat adalah ibadah teragung, hadir setelah ikrar dua kalimat syahadat, satu-satunya ibadah yang tidak menerima alasan ‘tidak mampu’, wajib dikerjakan dalam keadaan apa pun selama hayat masih dikandung badan dan akal masih bekerja dengan baik, pembatas antara seseorang dengan kekufuran dan kesyirikan, tidak heran jika suatu ibadah dengan kedudukan seperti ini merupakan salah satu kunci surga.

Jika menjaga shalat adalah kunci surga, maka sebaliknya menyia-nyiakannya adalah gerbang neraka, ketika para pendosa dicampakkan ke dalam neraka, mereka ditanya, apa yang membuat kalian tersungkur ke dalam neraka? Mereka menyebutkan rentetan dosa-dosa yang diawali dengan meninggalkan shalat.

Firman Allah, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?’ Mereka menjawab, ‘Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.”(Al-Muddatstsir: 42-43).

Perkara menyia-nyiakan shalat tidak jarang terjadi pada kaum muslimin secara umum dan kaum muslimat secara khusus, banyak alasan dan hal yang membuat mereka terjerumus ke dalam perbuatan tidak terpuji ini, di antara mereka ada yang menyia-nyiakan shalat karena malas dan meremehkan, di antara mereka ada yang terlalaikan oleh kesibukan hidup, sibuk bekerja, sibuk memasak, sibuk mengurusi rumah tangga, sibuk mengurusi anak-anak dan suami, sibuk dengan kegiatan-kegiatan lainnya sehingga ibadah shalat terbengkalai, padahal ibadah shalat tidak menerima alasan apa pun yang membuatnya tersia-siakan, dan Allah telah memperingatkan kaum muslimin agar tidak terlalaikan oleh dunia dari mengingatNya, termasuk mengingatNya melalui ibadah shalat.

Firman Allah, “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (Al-Munafiqun: 9).

Menjaga shalat lima waktu mencakup menjaga waktunya dalam arti melaksanakannya tepat waktu, tidak menundanya dan mengulur-ulur waktunya sampai waktunya hampir habis, atau bahkan membiarkannya habis, ini adalah shalat orang-orang munafik, dan seorang muslimah tidak patut bermental munafik dalam ibadah shalat.

Menjaga shalat mencakup menjaga syarat-syarat dan rukun-rukunnya di mana shalat tidak sah tanpanya, menjaga wajib-wajib dan sunnah-sunnahnya yang merupakan penyempurna bagi ibadah shalat, semua ini menuntut seorang muslimah untuk belajar dan membekali diri dengan ilmu yang shahih tentang shalat. Tanpa ilmu yang shahih tidak akan terwujud menjaga shalat.

kedua, berpuasa di bulannya

Puasa di bulan Ramadhan adalah salah satu kunci surga, lebih dari itu di surga tersedia sebuah pintu khusus bagi orang-orang yang berpuasa yang dikenal dengan ‘ar-Rayyan’, pintu masuk para shaimin secara khusus, jika mereka telah masuk maka ia akan ditutup.
Di samping berpuasa sebagai kunci surga, ia juga merupakan tameng dan pelindung dari neraka, Rasulullah saw menyatakan, ash-shaumu junnah, puasa adalah tameng atau pelindung, yakni dari api neraka.

Karena puasa merupakan salah satu kunci surga sekaligus pelindung dari neraka maka seorang muslimah harus menjaganya, dalam arti melaksanakannya dengan baik, memperhatikan syarat, rukun dan pembatalnya, karena tanpanya dia tidak mungkin berpuasa dengan baik.

Seorang muslimah juga harus memperhatikan perkara qadha puasa Ramadhan di hari-hari lain jika dia mendapatkan halangan pada bulan Ramadhan sehingga tidak mungkin berpuasa secara penuh, jangan sampai Ramadhan berikut hadir sementara dia belum melunasi hutang puasanya, perkara mengqadha puasa di hari lain ini sering terlupakan atau terabaikan, karena kesibukan hidup, padahal ia adalah hutang yang jika tidak dilaksanakan maka seorang muslimah tidak bisa dikatakan telah berpuasa di bulannya, selanjutnya dia gagal meraih kunci kedua dari kunci-kunci masuk surga, dari sini bersikap hati-hati dengan menyegerakan qadha adalah sikap bijak, karena penundaan terkadang malah merepotkan dan menyulitkan.
(Izzudin Karimi)

Ketika Rasulullah saw mengabarkan bahwa wanita merupakan penghuni neraka paling besar, beliau ditanya, mengapa? Beliau menjelaskan sebabnya, karena wanita sering ‘kufur’ kepada keluarga, sering mengeluh, jika suami berbaik-baik kepadanya seumur-umur, lalu dia melihat yang tidak baik dari suami walaupun hanya sekali, maka dia akan berkata, ‘Aku tidak melihat kebaikan apa pun pada dirimu.’ Oleh karenanya Rasulullah saw mengajak para wanita agar memperbanyak bersedekah sebagai penyeimbang, lebih dari itu Rasulullah saw juga memberikan jalan dan pintu tersendiri bagi wanita agar selamat dari neraka dengan meraih kunci surga.

Kunci ketiga, menjaga kehormatan

Surga hanya bisa diraih dengan keshalihan, hanya wanita shalihah yang akan masuk surga, shalihnya seorang wanita dibuktikan dengan beberapa sifat dan akhlak, salah satunya dan yang terpenting adalah menjaga kehormatan diri.

Firman Allah, “Wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara (mereka).” (An-Nisa`: 34).

Ayat ini menetapkan bahwa memelihara diri meruapakan wujud dari ketaatan seorang wanita shalihah kepada Allah kemudian kepada suaminya.

Nabi saw bersabda,

خَيْرُالنِّسَاءِ مَنْ إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ وَإِذَا أَمَرَتْهَا أَطَاعَتْكَ وَإِذَا أَقْسَمْتَ عَلَيْهَا أَبَرَّتْكَ وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكَ.

“Sebaik-baik wanita adalah wanita yang jika kamu melihat kepadanya maka kamu berbahagia, jika kamu memerintahkannya maka dia mentaatimu, jika kamu bersumpah atasnya maka dia memenuhinya dan jika kamu meninggalkannya maka dia menjagamu pada diri dan hartamu.” (HR. an-Nasa`i)

Menjaga kehormatan berarti membentengi diri dari perkara-perkara yang mencoreng dan merusak kehormatan, yang menodai dan menggugurkan kemuliaan, dengan tetap bersikap dan bertingkah laku dalam koridor tatanan syariat yang suci lagi luhur.

Menjaga kehormatan di zaman di mana ajakan dan propaganda kepada kerusakan dan perbuatan keji semakin meningkat dan menguat, seruan dan arus serangan yang ditujukan kepada wanita-wanita muslimah dengan agenda dan maksud terselubung dan tersembunyi semakin gencar dan bergelombang, menjaga kehormatan di zaman seperti ini terasa demikian sulit dan berat, para penyeru dan para jurkam kerusakan membidik wanita muslimah sebagai sasaran, mereka memakai dan menggunakan cara-cara yang melenakan dan menggiurkan dengan nama kemajuan, modernisasi, pemberdayaan, pengentasan, pembebasan dan kedok-kedok palsu lainnya, zhahiruhu fihi ar-rahmah, wa bathinuhu ya`ti min qibalihi al-adzab, racun di balik kelembutan ular berbisa.

Dari sini maka seorang wanita muslimah harus jeli dan cermat sehingga dia tidak termakan oleh rayuan gombal para serigala yang berbulu domba dan musang berbulu ayam, hendaknya seorang muslimah tetap berpegang kepada aturan-aturan dan rambu-rambu Islam yang luhur lagi suci karena di sanalah terkandung kebersihan dan kesucian diri, hendaknya seorang muslimah menimbang dan mengukur setiap seruan dan ajakan dengan timbangan dan ukuran syar’i yang baku dan menyeluruh, hal ini agar dia selamat dan tidak terjerumus ke dalam perkara-perkara yang merusak kemuliaan dan kehormatannya.

keempat, menaati suami

Menaati suami merupakan lahan dan medan besar dan luas bagi seorang muslimah, ia merupakan ladang ibadah bagi seorang muslimah yang sesungguhnya setelah penghambaannya kepada Rabbnya.



Source: Catatan Yusuf Mansur Network @ http://www.facebook.com/notes/yusuf-mansur-network/pintu-syurga-mana-saja-untuk-muslimah/267790540209

Apa Kata Islam mengenai Pemenuhan Hak Keluarga

utamakan nafkah keluarga yakni istri dan anak2 dulu baru kemudian ke yang lain2,..:)

Jazakillah Khairan ya Bunda

father son parent marriage family

father son parent marriage family

Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar.
‘ Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci
( MITSAAQON GHOLIIDHOO ) sebagaimana firman Allah Ta’ala.

“ Artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali,
padahal sebagian kamu telah bergaul ( bercampur ) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka ( istri-istrimu )
telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”.
(An-Nisaa’ : 21).

Assalamu’alaikum,
Seandainya para suami ingat akan ijab qabul yg mereka lakukan saat pernikahan dulu adalah
Mitsaaqon Gholizhoo (4:21)

maka tentulah tak ada tindak kekekerasan
dan perilaku kesewenang-wenangan terhadap istri.

Mitsaqoon Gholizhoo adalah perjanjian setia suami kepada istri di depan Allah untuk membina, mengayomi dan mendidiknya serta membentuk keluarga yang Islami dan juga merupakan estafet amanah yang diembankan kepadanya dari orang tuanya.

Belum cukup itu, suami tersebut harus mengikrarkan kesetiaan dirinya
di depan para undangan dengan membacakan Shigah Taklik yang isinya sbb:

Saya berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai suaimi dan akan saya pergauli isteri saya bernama …. dengan baik ( muasyarah bil ma’ruf ) menurut ajaran syariat Islam.

Sewaktu-waktu saya:
1. Meninggalkan isteri saya tersebut dua tahun berturut-turut.
2. Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya
3. Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) isteri saya itu enam bulan lamanya …..

Kewajiban memberi nafkah ada ditangan suami sesuai dengan kekuatan hasil usahanya.
Ini merupakan wujud tanggungjawab dan harga diri dia terhadap istri
dan keluarganya.

“ Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,
oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka …………..
(QS. An-Nisa, 4:34)

Memberi nafkah bukan terbatas pada member uang belanja
tapi lebih dari itu;
mengeluarkan sepeserpun demi keluarga (termasuk pembantu)
sudah termasuk nafkah.
Dan semua terhitung sedekah atau ibadah.

Nabi Muhammad Saw menegaskan
“ bahwa sebaik-baik dirham (uang arab) kamu adalah dirham
yang diberikan kepada keluarga kalian”.

Dari Mas’ud al-Badri رضي الله عنه dari Nabi صلی الله عليه وسلم, sabdanya:

” Jikalau seseorang lelaki memberikan nafkah kepada keluarganya dengan niat mengharapkan keridhaan Allah,
maka apa yang dinafkahkan itu adalah sebagai sedekah baginya
yakni mendapatkan pahala seperti orang yang bersedekah. ”
(Muttafaq ‘alaih)

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه pula bahwasanya Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:

“Allah Ta’ala berfirman – dalam Hadis Qudsi:
” Belanjakanlah hartamu, pasti engkau diberi nafkah harta oleh Tuhan.” (Muttafaq ‘alaih)

Abu Hurairah رضي الله عنه berkata:
Ada seseorang datang kepada Nabi صلی الله عليه وسلم dan berkata:

Wahai Rasulullah, aku mempunyai satu dinar ?
Beliau bersabda: ” Nafkahilah dirimu sendiri. ”

Ia berkata: Aku mempunyai satu dinar lagi.
Beliau bersabda: “Nafkahi anakmu.”
Ia berkata: Aku mempunyai satu dinar lagi.

Beliau bersabda: “Nafkahi istrimu.”
Ia berkata: Aku mempunyai satu dinar lagi.
Beliau bersabda: “Nafkahi pembantumu.”

Ia berkata lagi: Aku mempunyai satu dinar lagi.
Beliau bersabda: “Engkau lebih tahu (siapa yang harus diberi nafkah).”

Bagaimana bila suami pelit, tidak memberi ?
Ini jawabannya

Hadis riwayat Aisyah رضي الله عنها, ia berkata:Hindun binti Utbah,
istri Abu Sufyan, datang menemui Rasulullah صلی الله عليه وسلم lalu berkata:

Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang lelaki yang kikir, dia tidak pernah memberikan nafkah kepadaku yang dapat mencukupi kebutuhanku dan anak-anakku kecuali apa yang aku ambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya.

Apakah aku berdosa karena itu ?
Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:

Ambillah dari hartanya dengan cara yang baik yang dapat mencukupimu dan mencukupi anak-anakmu ( HR. Muttafaq alaih )

Dan bila ia marah.
Ini jawabannya:

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
” Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah,
hendaklah seseorang di antara kamu mulai ( memberi nafkah )
kepada orang yang menjadi tanggungannya.

Para istri akan berkata: “Berikan aku makan atau ceraikan aku.
( HR. Darrul Quthni )

Setelah kewajiban menafkahkan keluarga terpenuhi maka dibolehkan untk membantu karib kerabat/saudara lainnya bahkan orang tua.

“ Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan ”

Jawablah: ” Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. ”

Dan apa saja kebaikan yang kamu buat,
maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (QS. Al-Baqarah, 2:215)

Nasihat Nabi Saw:

” Hai anak Adam, sesungguhnya jikalau engkau memberikan apa-apa yang kelebihan padamu, sebenarnya hal itu adalah lebih baik untukmu dan jikalau engkau tahan tidak engkau berikan siapapun,
maka hal itu adalah menjadikan keburukan untukmu.

Engkau tidak akan tercela karena adanya kecukupan
maksudnya menurut syariat engkau tidak dianggap salah,
jikalau kehidupanmu itu dlm keadaan yang cukup dan tidak berlebih2an.

Lagi pula mulailah dalam membelanjakan nafkah kepada orang yang wajib engkau nafkahi.
Tangan yang bagian atas adalah lebih baik daripada tangan yang bagian bawah – yakni yang memberi itu lebih baik daripada yang meminta.” ( Riwayat Muslim )

Ingat seluruh kegitan orang2 yang sudah menikah baik suami maupun istri tergolong ibadah, sebab nikah itu sendiri ibadah !

“ Barangsiapa menikah,
maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya.
Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi ”. (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim).

Jadilah Suami Idaman para Istri ….

“ Sebaik-baik orang diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap isterinya dan aku (Rasulullah) adalah orang yang paling baik terhadap istriku ” ( HR. Thabrani dan Tirmizi )

Sumber artikel: referensi Istri

Surat dari orang biasa :)

Surat, letter

Surat, letter

Untuk refleksi kita semua,..
Kepada yang sudah merit,. yang belum merit, yang mau merit,.. pokoknya
untuk kita semua yang sudah cukup tahu untuk menyikapi kehidupan yang
sebentar ini,.. 🙂

Aji Prabowo
Dari milis sebelah …

SAAT PERNIKAHAN
Setiap kali ada teman yang mau menikah, saya selalu mengajukan
pertanyaan yang sama. Kenapa kamu memilih dia sebagai suamimu/istrimu?
Jawabannya sangat beragam. Dari mulai jawaban karena Allah hingga
jawaban duniawi (cakep atau tajir manusiawi lah ).

Tapi ada satu jawaban yang sangat berkesan di hati saya. Hingga detik
ini saya masih ingat setiap detail percakapannya.
Continue reading