Islam: Anjuran Sholat Awal Waktu

Rosulullah Saw bersabda, “Permulaan waktu adalah ridho Allah, tengah waktu
adalah rahmat Allah, dan akhir waktu adalah ampunan Allah yang Maha Mulia
dan Maha Agung.”    (HR. Daruquthni)
Rosulullah Saw bersabda, “Amal yang paling utama adalah sholat pada waktunya
 berbakti kepada kedua orang tua, dan jihad di jalan Allah.” (HR. Ahmad)

Dalam hadisnya Bazzar berkata, “Kemudian Nabi Muhammad saw datang pada suatu
kaum yang dipacah kepalanya dengan batu. Ketika kepala itu pecah kemudian
pulih kembali seperti semula, begitu seterusnya.” Rosulullah Saw bertanya,
“Wahai Jibril, siapakah mereka itu ?” Mereka itu adalah orang-orang yang
merasa berat kepalanya untuk mengerjakan sholat.”  (Jawazir, hal. 114, Jilid
I)

Ibnu Abbas ra. Berkata, “Pada hari kiamat nanti, ada seorang laki-laki
disuruh berdiri di hadapan Allah. Kemudian Allah memerintahnya ke neraka.”
Maka dia berkata, “Wahai Tuhan, kenapa begini ?” Kemudian Dia (Allah)
berfirman, “Sebab kamu akhirkan sholat dari waktunya dan sebab sumpah
dustamu kepada-Ku.”  (Jawazir, hal. 116, Jilid I)

Keterangan :
            Bergegas mengerjakan sholat pada awal waktu, hukumnya sunat.
Mengakhirkan sholat hingga keluar waktunya dengan disengaja hukumnya haram.
Jadi kalau ada orang yang berangkat tidur setelah waktu sholat datang sedang
ia belum mengerjakan sholat dan tidak punya keyakinan bahwa di tengah-tengah
tidurnya nanti pasti ada orang yang membangunkan, maka berangkat tidur dalam
keadaan demikian itu hukumnya haram. Tetapi kalau ia punya prasangka bahwa
di tengah-tengah tidurnya nanti pasti ada yang membangunkan sebagaimana
biasa, maka tidurnya itu terkena hukum makruh, tidak haram.

Narasumber: Kitab “At-Targhiib Wat-Tarhiib”
milis: http://www.mail-archive.com

Hikmah: Kisah Pencuri Terong

Syaikh itu bertanya lagi, `Apakah kau ingin menikah?´. Pemuda itu diam. Syaikh mengulangi lagi pertanyaannya. Akhirnya pemuda itu angkat bicara, `Ya Syaikh, demi Allah! Aku tidak punya uang untuk membeli roti, bagaimana aku akan menikah?´

Di Damaskus, ada sebuah mesjid besar, namanya mesjid Jami´ At-Taubah. Dia adalah sebuah masjid yang penuh keberkahan. Di dalamnya ada ketenangan dan keindahan. Sejak tujuh puluh tahun, di masjid itu ada seorang syaikh pendidik yang alim dan mengamalkan ilmunya. Dia sangat fakir sehingga menjadi contoh dalam kefakirannya, dalam menahan diri dari meminta, dalam kemuliaan jiwanya dan dalam berkhidmat untuk kepentingan orang lain.
Saat itu ada pemuda yang bertempat di sebuah kamar dalam masjid. Sudah dua hari berlalu tanpa ada makanan yang dapat dimakannya. Dia tidak mempunyai makanana ataupun uang untuk membeli makanan. Saat datang hari ketiga dia merasa bahwa dia akan mati, lalu dia berfikir tentang apa yang akan dilakukan. Menurutnya, saat ini dia telah sampai pada kondisi terpaksa yang membolehkannya memakan bangkai atau mencuri sekadar untuk bisa menegakkan tulang punggungnya. Itulah pendapatnya pada kondisi semacam ini.
Masjid tempat dia tinggal itu, atapnya bersambung dengan atap beberapa rumah yang ada disampingnya. Hal ini memungkinkan sesorang pindah dari rumah pertama sampai terakhir dengan berjalan diatas atap rumah-rumah tersebut. Maka, dia pun naik ke atas atap masjid dan dari situ dia pindah kerumah sebelah. Di situ dia melihat orang-orang wanita, maka dia memalingkan pandangannya dan menjauh dari rumah itu. Lalu dia lihat rumah yang di sebelahnya lagi. Keadaannya sedang sepi dan dia mencium ada bau masakan berasal dari rumah itu. Rasa laparnya bangkit, seolah-olah bau masakan tersebut magnet yang menariknya.
Rumah-rumah dimasa itu banyak dibangun dengan satu lantai, maka dia melompat dari atap ke dalam serambi. Dalam sekejap dia sudah berada di dalam rumah dan dengan cepat dia masuk ke dapur lalu mengangkat tutup panci yang ada disitu. Dilihatnya sebuah terong besar dan sudah dimasak. Lalu dia ambil satu, karena rasa laparnya dia tidak lagi merasakan panasnya, digigitlah terong yang ada ditangannya dan saat itu dia mengunyah dan hendak menelannya, dia ingat dan timbul lagi kesadaran beragamanya. Langsung dia berkata, `A´udzu billah! Aku adalah penuntut ilmu dan tinggal di mesjid , pantaskah aku masuk kerumah orang dan mencuri barang yang ada di dalamnya?´ Dia merasa bahwa ini adalah kesalahn besar, lalu dia menyesal dan beristigfar kepada Allah, kemudian mengembalikan lagi terong yang ada ditangannya. Akhirnya dia pulang kembali ketempat semula. Lalu ia masuk kedalam masjid dan mendengarkan syaikh yang saat itu sedang mengajar. Karena terlalu lapar dia tidak dapat memahami apa yang dia dengar.
Ketika majlis itu selesai dan orang-orang sudah pulang, datanglah seorang perempuan yang menutup tubuhnya dengan hijab -saat itu memang tidak ada perempuan kecuali dia memakai hijab-, kemudian perempuan itu berbicara dengan syaikh. Sang pemuda tidak bisa mendengar apa yang sedang dibicarakannya. Akan tetapi, secara tiba-tiba syaikh itu melihat ke sekelilingnya. Tak tampak olehnya kecuali pemuda itu, dipanggilah ia dan syaikh itu bertanya, `Apakah kamu sudah menikah?´, dijawab, `Belum,´. Syaikh itu bertanya lagi, `Apakah kau ingin menikah?´. Pemuda itu diam. Syaikh mengulangi lagi pertanyaannya. Akhirnya pemuda itu angkat bicara, `Ya Syaikh, demi Allah! Aku tidak punya uang untuk membeli roti, bagaimana aku akan menikah?´. Syaikh itu menjawab, `Wanita ini datang membawa khabar, bahwa suaminya telah meninggal dan dia adalah orang asing di kota ini. Di sini bahkan di dunia ini dia tidak mempunyai siapa-siapa kecuali seorang paman yangb sudah tua dan miskin´, kata syaikh itu sambil menunjuk seorang laki-laki yang duduk di pojokkan. Syaikh itu melanjutkan pembicaraannya, `Dan wanita ini telah mewarisi rumah suaminya dan hasil penghidupannya. Sekarang, dia ingin seorang laki-laki yang mau  menikahinya, agar dia tidak sendirian dan mungkin diganggu orang. Maukah kau menikah dengannya? Pemuda itu menjawab `Ya´. Kemudian Syaikh bertanya kepada wanita itu, `Apakah engkau mau menerimanya sebagai suamimu?´, ia menjawab `Ya´. Maka Syaikh itu mendatangkan pamannya dan dua orang saksi kemudian melangsungkan akad nikah dan membayarkan mahar untuk muridnya itu. Kemudian syaikh itu berkata, `peganglah tangan isterimu!´ Dipeganglah tangan isterinya dan sang isteri membawanya kerumahnya. Setelah keduanya masuk kedalam rumah, sang isteri membuka kain yang menutupi wajahnya. Tampaklah oleh pemuda itu, bahwa dia adalah seorang wanita yang masih muda dan cantik. Rupanya pemuda itu sadar bahwa rumah itu adalah rumah yang tadi telah ia masuki.
Sang isteri bertanya, `Kau ingin makan?´ `Ya´ jawabnya. Lalu dia membuka tutup panci didapurnya. Saat melihat buah terong didalamnya dia berkata: `heran siapa yang masuk kerumah dan menggigit terong ini?!´. Maka pemuda itu menangis dan menceritakan kisahnya. Isterinya berkomentar, `Ini adalah buah dari sifat amanah, kau jaga kehormatanmu dan kau tinggalkan terong yang haram itu, lalu Allah berikan rumah ini semuanya berikut pemiliknya dalam keadaan halal. Barang siapa yang meninggalkan sesuatu ikhlas karena Allah, maka akan Allah ganti dengan yang lebih baik dari itu.

Sumber: [IMAAMNet] KISAH PENCURI TERONG

Solusi Islam: Pemberantasan Mafia Peradilan

https://i0.wp.com/219.83.122.194/web/images/stories/Mafia_Peradilan.jpg

Sebagai sebuah system hidup yang paripurna. Yang berasal dari sang Pencipta yang Maha sempurna. Allah Azza wa Jalla, Islam memiliki sejumlah cara yang sangat gambling untuk menanggulangi berbagai masalah manusia. Khususnya dalam upaya mencegah terjadinya kasus korupsi, suap- menyuap dan maraknya mafia peradilan.

Diantaranya adalah sebagai berikut:

Sistem penggajian yang layak

Sebagai manusia biasa, para pejabat/ birokrat tentu memerlukan uang untuk mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. Untuk itu, agar bisa bekerja dengan tenang dan tak tergoda untuk berbuat curang. Mereka harus diberi gaji dan fasilitas yang layak. Rasul SAW bersabda yang artinya:

“Siapa yang bekerja untukku dalam keadaan tidak beristri, hendaklah menikah; atau tidak memiliki pelayan, hendaklah mengambil pelayan; atau tidak mempunyai rumah, hendaklah mengambil rumah; atau tidak mempunyai tunggangan (kendaraan), hendaklah mengambil kendaraan. Siapa saja yang mengambil selain itu, dia curang atau pencuri (HR. Abu dawud)

Larangan suap dan menerima hadiah

Tentang Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Laknat Allah atas penyuap dan penerima suap (HR. AbuDawud)

Tentang larangan menerima hadiah, Rasul SAW juga bersabda:

“Tidak pantas seorang petugas yang kami utus datang dan berkata, “Ini untuk anda, sementara ini adalah hadiah yang diberikan untuk saya.” Mengapa ia tidak duduk-duduk saja dirumah bapak dan ibunya, lalu memperhatikan, apakah ia akan mendapatkan hadiah atau tidak ?! (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad dan Abu Dawud)

Penghitungan kekayaan pejabat

Agar tidak berbuat curang, khalifah Umar RA. Selalu menghitung kekayaan para pejabatnya di awal dan di akhir jabatannya. Jika terdapat kenaikan tidak wajar, Khalifah Umar ra. Akan memaksa mereka untuk menyerahkan kelebihan itu kepada Negara (lihat: thabaqat ibn Sa’ad. Tarikh al-khulafa’ as –Suyuthi)

Teladan dari pemimpin

Dengan keteladanan pemimpin, tindakan atas penyimpangan akan terdeteksi secara dini. Penyidikan dan penindakan juga tidak sulit dilakukan. Khalifah Umar ra. Misalnya pernah menyita sendiri seekor unta gemuk milik putranya, Abdullah bin Umar ra. Pasalnya, unta tersebut kedapatan ada bersama beberapa unta lain yang digembalakan di padang rumput milik Negara. Khalifah Umar. Ra. Menilai hal tersebut sebagai penyalahgunaan fasilitas Negara.

Hukuman yang setimpal

Pada galibnya orang akan takut menerima risiko yang akan mencelakakan dirinya hukuman dalam Islam memang berfungsi sebagai zawajir (mencegah). Dengan hukuman setimpal atas koruptor, misalnya, pejabat akan berpikir seribu kali untuk melakukan korupsi. Dalam hokum Islam, korupsi merupakan kejahatan yang pelakunya wajib dikenai hukuman ta’zir. Bentuknya bisa berupa hukuman tasyhir (dipermalukan di depan umum), hukuman kurungan, dll; tentu disertai dengan penyitaanhasil korupsi oleh Negara. Khalifah Umar bin abdul aziz, misalnya, pernah menetapkan sanksi hukuman cambuk dan penahanan dalam waktu lama terhadap koruptor (ibn abi syaibah, Mushannaf ibn Abi Syaibah. V/528; Mushannaf Abd ar- Razaq. X/209). Adapun Khalifah Umar bin al-Khattab ra. Pernah menyita seluruh harta pejabatnya yang dicurigai sebagai hasil korupsi.

Pengawasan masyarakat

Masyarakat jelas turut berperan dalam menyuburkan atau menghilangkan korupsi. Jika di dalam masyarakat tumbuh budaya anti korupsi, insya Allah masyarakat akan berperan efektif dalam mengawasi setiap tindakan para birokrat sehingga korupsi bisa dicegah.

Pengendalian diri dengan iman yang teguh

Korupsi atau tidak, pada akhirnya memang berpulang pada kekuatan iman dan control diri para birokrat itu sendiri. Dengan iman yang teguh, ia akan merasa selalu diawasi Allah SWT dan selalu takut untuk melakukan penyelewengan yang akan membawanya pada azab neraka.

Sumber: disadur dari bulletin jumat Hizbut Tahrir Indonesia

pic: http://219.83.122.194/web/images/stories/Mafia_Peradilan.jpg